Pages

Tuesday, June 11, 2013

Gender (psikoanalisa)

     
 Freud menekankan bahwa lanjutan kritis dari drama psikoseksual yang tengah berlangsung adalah penyelesaian sang anak atas apa yang disebut sebagai kompleks oedipus dan kastrasi. Laki-laki memiliki penis dan perempuan tidak memiliki penis, mempengaruhi cara laki-laki dan perempuan meneruskan penyelesaian kompleks pada tahapan falik.
          Psikoanalisis & Gender percaya bahwa penjelasan fundamental atas cara bertindak perempuan berakar dalam psike perempuan, terutama dalam cara pikir perempuan. Berdasarkan konsep Freud, seperti tahapan oedipal dan kompleks oedipus, mereka mengklaim bahwa ketidaksetaraan gender berakar dari rangkaian pengalaman pada masa kanak-kanak awal mereka, yang mengakibatkan bukan saja cara laki-laki memandang dirinya sebagai maskulin, dan perempuan memandang dirinya sebagai feminin, melainkan juga cara masyarakat memandang bahwa maskulinitas adalah lebih baik daripada femininitas. Feminis psikoanalisis merekomendasikan bahwa kita harus bergerak maju menuju masyarakat androgin, yang di dalam masyarakat ini manusia yang seutuhnya merupakan campuran sifat-sifat positif feminin dan maskulin.
      Menurut Freud, anak-anak mengalami tahapan perkembangan psikoseksual yang jelas; dan gender dari setiap orang dewasa adalah hasil dari bagaimana ia mengatasi tahapan ini. Maskulinitas dan femininitas, dengan perkataan lain, adalah produk dari pendewasaan seksual. Dalam buku Three Contributions to the Theory of Sexuality, Freud mendiskusikan tahapan seksual pada masa bayi. Freud berargumentasi bahwa anak-anak sama sekali bukan manusia tanpa ketertarikan seksual. Ia mengklaim bahwa seksualitas anak-anak adalah “penyimpangan polimorfus”, bagi anak-anak, keseluruhan tubuh mereka, terutama lubang-lubang di dalam tubuhnya dan anggota tubuhnya, adalah ranah seksual. Anak-anak berkembang dari tipe seksualitas “yang menyimpang” menjadi seksualitas genital heteroseksual yang “normal” melalui beberapa tahapan, yaitu oral, anal, falik, latensi, dan genital.
      Feminis gender cenderung berpendapat bahwa mungkin memang ada perbedaan biologis dan juga perbedaan psikologis, atau penjelasan kultural atas maskulinitas laki-laki dan femininitas perempuan. Mereka menekankan bahwa nilai-nilai yang secara tradisional dihubungkan dengan perempuan (kelembutan, kesederhanaan, rasa malu, sifat mendukung, empati, kepedulian, kehati-hatian, sifat merawat, intuisi, sensitivitas, dan ketidakegoisan) secara moral lebih baik daripada kelebihan nilai-nilai yang secara tradisional dihubungkan dengan laki-laki (kekerasan hati, ambisi, keberanian, kemandirian, ketegasan, ketahanan fisik, rasionalitas, dan kendali emosi). Feminis gender menyimpulkan bahwa perempuan harus berpegang teguh pada femininitas, dan laki-laki harus melepaskan bentuk ekstrim dari maskulinitas. Etika kepedulian (ethics of care) feminis harus menggantikan etika keadilan (ethics of justice) maskulin.

“Psikoanalisis memberi pokok pikiran bahwa identitas gender & perilaku individu berasal dari pengalaman-pengalaman sebelumnya untuk memahami identitas gender dari tiap individu sebagai orang dewasa atau usia manapun dilihat dari sejara kehidupannya. Biasanya anak-anak beridentifikasi secara kuat dengan orang tua yang sama jenisnya , dan identifikasi ini merupakan kekuatan penting dalam perkembangan gender ”

Social Learning & Gender

“Social Learning theory assumes that boys and girls learn gender role through modeling and imitation of the same sex parent as well as reinforcement for “appropriate” sex role behavior and punishment for “inappropriate” sex role behavior ”
      Teori belajar sosial merumuskan hipotesis bagaimana kondisi lingkungan mempengaruhi perilaku sosial dan kesadaran sosial. Ahli-ahli teori belajar ini percaya bahwa  sex-typed behaviour dipelajari melalui dua proses utama yaitu pengkondisian perangkat dan observasi atau belajar observasional. Pengkondisian merupakan reinforcement  (pujian atau hukuman) yang diberikan terhadap suatu perilaku. Pengkondisian semacam ini melahirkan pemahaman anak terhadap  gender appropriate behavior  dan  gender unappropriate behavior. Belajar observasional merupakan proses pencapaian pola baru dari perilaku dengan cara melihat apa yang dilakukan orang lain terhadap mereka
      Teori Belajar Sosial (Social Learning) oleh Bandura menekankan bahwa kondisi lingkungan dapat memberikan dan memelihara respon-respon tertentu pada diri seseorang. Asumsi dasar dari teori ini yaitu sebagian besar tingkah laku individu diperoleh dari hasil belajar melalui pengamatan atas tingkah laku yang ditampilkan oleh individu – individu lain yang menjadi model. Teori belajar sosial ini menjelaskan bagaimana kepribadian seseorang berkembang melalui proses pengamatan, di mana orang belajar melalui observasi atau pengamatan terhadap perilaku orang lain terutama pemimpin atau orang yang dianggap mempunyai nilai lebih dari orang lainnya. Istilah yang terkenal dalam teori belajar sosial adalah modeling (peniruan).
      Pembentukan gender disini merupakan hasil dari social learning yang di lakukan oleh anak. Orang tua, lingkungan social dan media masa lah yang membentuk steoreotip gender itu sendiri.
      Teori belajar sosial menunjuk pada adanya kontinum ‘ nature – nurture’ melihat perbedaan dan peran gender sebagai hasil dari lingkungan sosial. Skema gender juga menekankan aspek kognitif dari ‘gender- typing’ dan interkasi antara struktur pemahaman pengetahuan individu dan informasi yang masuk dari lingkungan sekitar. Pada teori belajar sosial kelekatan parental terjadi lebih dahulu kemudian mengarah pada identifikasi dan akhirnya pada terbentuknya identitas gender. Fakta menunjukan bahwa biasanya anak- anak beridentifikasi secara kuat dengan orangtua yang sama jenisnya, dan identifikasi ini merupakan kekuatan penting dalam perkembangan gender. Teori social lerning penting dalam penekanannya pada komponen sosial dan cultural dari perkembangan peran gender- pentingnya peran masyarakat dalam membentuk perilaku yang ‘gender-type’→ pria dan wanita di perlakukan secara berbeda.

“Social Learning memiliki penekanan pada komponen-komponen sosial & cultural dari perkembangan peran gender-pentingnya peranan masyarakat dalam membentuk perilaku yang Gender-Typed yang dimana wanita diperlakukan secara berbeda. Reinforcement diberikan untuk bentuk bentuk perilaku anak-anak, sedangkan imitasi berorientasi pada perolehan peran gender. Perilaku kongkrit dari orang tua mungkin lebih berperan daripada dukungan verbal atau ucapanya”

Perkembangan kognitif & Gender

“Between the ages of 3 & 6, the child develops gender constanty, the idea that gender is fixed and unchanging. Experimental research demonstrates that cognitive classification skill affect gender streotyping  ”

      Teori Perkembangan Kognitif berpandangan bahwa anak menjadi partisipan dalam proses perkembangannya sendiri, artinya secara aktif anak berusaha untuk memperoleh pengetahuan atau informasi tentang peran gender dan kemudian memonitor perilakunya sendiri sesuai dengan norma peran gender yang berlaku. Proses aktif ini menjadi dasar bagi penciptaan stereotip dan naskah peran gender, yang selanjutnya menjadi kerangka kerja untuk mengintepretasikan apa yang dilihatnya dan untuk memprediksi perilaku di masa mendatang.

“Teori Perkembangan Kognitif menekankan bahwa pembelajaran peran gender adalah bagian dari proses belajar yang rasional pada masa kanak-kanak”

Teori Skema Gender

“Gender schma theory develop that are used to process information about the social world. Boys and girls guide their own behavior according to expectations implicit in gender schemas”

      Teori skema gender menyatakan bahwa anak-anak memiliki kesiapan umum untuk mengorganisasikan informasi tentang self atas dasar definisi budaya pada atribut laki-laki dan perempuan yang sesuai.
      Dengan bertambah dewasanya anak, tipe jenis kelamin (sex typing) terjadi ketika mereka memahami stereotip “tepat” yang berhubungan dengan kelaki-lakian dan kepermpuanan dalam budaya mereka. Hal penting dari apa yang dipelajari anak tentang gender adalah berdasarkan observasi terhadap orang tua mereka dan mencoba menjadi seperti mereka.

“Teori Skema Gender menjelaskan penekanan aspek kognisi atau proses intelektual yang mendasari ‘gender typing’, yang dimana dijelaskan sejauh mana anak memproses informasi dalam kaitan dengan gender dan mengubah informasi yang tidak konsisten dengan harapan ‘gender typed’ anak tersebut”

TERIMA KASIH

Sumber:

No comments:

Post a Comment